Kendari, Sentralsultra.com – Panas mentari Rabu pagi, 5 November 2025, tak menyurutkan langkah ratusan warga Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari. Mereka datang berbondong-bondong menuju Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, bergandengan dengan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GEMPA) Indonesia.
Di antara barisan massa, tampak poster-poster bertuliskan “HGU Habis Sejak 1999” dan “Tanah Tapak Kuda SHM”. Sorakan dan orasi menggema di halaman Kantor Gubernur, menandai babak baru dari konflik berkepanjangan yang menjerat lahan Tapak Kuda, wilayah yang kini menjadi simbol perlawanan rakyat kecil terhadap dugaan praktik mafia tanah yang mengatasnamakan Koperasi Kopperson.
Kami Datang untuk Didengar, Bukan untuk Dihindari
Ketua Umum GEMPA Indonesia, Salianto, S.M., M.M., menegaskan bahwa aksi ini bukan untuk menciptakan kegaduhan, melainkan untuk menuntut keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat Tapak Kuda yang tanahnya terancam dirampas.
“Kami datang untuk bertemu langsung dengan Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur agar mendengar jeritan masyarakat Tapak Kuda yang tanahnya terancam dirampas oleh mafia tanah. Namun, kami justru tidak ditemui,” tegasnya di hadapan massa aksi.
Meski massa telah diizinkan masuk hingga ke lobi kantor gubernur, baik Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka selaku Gubernur maupun Ir. Hugua sebagai Wakil Gubernur tak kunjung keluar. Mereka hanya diwakili oleh Kasat Pol PP, Asisten III, dan Kepala Biro Hukum.
“Ini menjadi preseden buruk. Saat masa kampanye, mereka begitu mudah menemui rakyat. Tapi setelah berkuasa, pintu dan telinga mereka tertutup rapat. Padahal rakyat hanya ingin berdialog dan mencari solusi agar konflik ini tidak melebar menjadi konflik horizontal,” tambah Salianto dengan nada tegas.
Desak Gubernur Turun, Ancaman Aksi Lebih Besar
Kekecewaan massa kini berubah menjadi seruan keras. GEMPA Indonesia menegaskan akan menggelar aksi lanjutan dengan melibatkan mahasiswa lintas kampus, organisasi masyarakat (ormas), dan organisasi kepemudaan (OKP) di seluruh Kota Kendari.
“Kami siap mengepung Kantor Gubernur bahkan rumah jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur jika mereka terus menutup mata terhadap penderitaan rakyat,” ancam Salianto.
Selain itu, pihaknya juga berencana melaporkan sikap acuh Pemerintah Provinsi Sultra kepada Presiden Republik Indonesia, agar pemerintah pusat turun langsung menangani persoalan Tapak Kuda yang telah berlarut sejak berakhirnya masa berlaku HGU Kopperson tahun 1999.
Tapak Kuda, Simbol Ketidakadilan yang Tak Kunjung Usai
Konflik lahan Tapak Kuda telah menjadi cermin ketimpangan dan lemahnya penegakan hukum di daerah. Di tengah jeritan rakyat kecil, suara orasi terus bergema dari halaman Kantor Gubernur Sultra, membawa satu pesan moral yang kuat bagi para pemimpin.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh pemimpin yang berani turun dan mendengar.”
Bagi warga Tapak Kuda, perjuangan ini bukan sekadar soal tanah, melainkan soal harga diri dan hak konstitusional mereka sebagai warga negara yang berhak atas keadilan. (**)












