Kendari, Sentralsultra.com – Anggota Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Drs. H. Abdul Halik, angkat bicara terkait dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh seorang oknum pegawai Kejaksaan terhadap seorang tahanan yang hendak mengikuti sidang secara online.
Dalam keterangannya, Abdul Halik menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN), baik yang bekerja di pemerintahan maupun di institusi penegak hukum (Kejaksaan), sejatinya harus menjadi contoh dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“ASN itu, mau dia di instansi pemerintahan ataupun sebagai penegak hukum, tugas utamanya adalah melayani rakyat. Khususnya bagi aparat penegak hukum, mereka harus menjadi teladan dalam menegakkan hukum secara benar dan manusiawi,” ujarnya, Kamis (12/6/2025).
Ia mengaku pernah menerima informasi dari masyarakat bahwa terdapat tahanan yang sudah divonis, namun tetap mengalami kekerasan oleh oknum petugas. Menurutnya, tindakan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip hukum dan nilai kemanusiaan.
“Ketika seseorang sudah menjalani proses hukum dan sedang menjalani masa tahanan, maka tidak semestinya ia mendapat perlakuan kekerasan. Harusnya diberikan pembinaan dan pemahaman, agar setelah bebas bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan diterima kembali di masyarakat,” tegas politisi dari Fraksi Partai Bulan Bintang itu.
Ia juga menekankan bahwa intimidasi, pemukulan, atau bentuk kekerasan fisik lainnya tidak akan pernah menjadi solusi dalam pembinaan terhadap tahanan. Sebaliknya, menurut Halik, pembinaan mental dan pendekatan yang manusiawi jauh lebih efektif dalam mendorong perubahan perilaku.
“Kalau ada orang melanggar hukum lalu dipukuli, diinjak, atau ditampeleng, itu bukan penyelesaian. Justru yang harus dilakukan adalah memberikan pendidikan agar mereka yang sedang menjalani hukuman bisa berubah, punya harapan, dan bisa diterima saat kembali ke masyarakat,” pungkasnya.
Abdul Halik pun meminta agar kejadian seperti ini menjadi perhatian serius bagi lembaga penegak hukum, dan mendorong adanya evaluasi terhadap etika dan perilaku aparat dalam menjalankan tugasnya.
Dimana Sebelumnya Diberitakan, Aksi Kejam Oknum Pegawai Kejaksaan di Sultra, Seorang Tahanan Dipukul Pakai Rotan Sebelum Sidang

Seorang oknum Pegawai Kejaksaan Negeri di Sulawesi Tenggara (Sultra) kini tengah menjadi sorotan publik setelah diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang tahanan yang hendak mengikuti persidangan secara online. Insiden ini terjadi pada minggu lalu, tepat sebelum perayaan lebaran haji, dan saat ini tengah mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, kejadian tersebut berlangsung di ruang Kejaksaan sebelum tahanan tersebut dibawa ke ruang sidang. Tahanan yang menjadi korban kekerasan diduga dipukul oleh oknum Pegawai Kejaksaan yang diketahui berinisial YG. Menurut keluarga korban, tahanan tersebut dipukul dengan menggunakan rotan hingga mengalami memar di bagian dada.
“Kami sangat marah dan kecewa atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum pegawai kejaksaan terhadap keluarga kami. Tahanan tersebut seharusnya diperlakukan dengan adil dan manusiawi, apalagi dalam proses hukum yang seharusnya menjunjung tinggi hak asasi manusia,” ujar pihak keluarga korban dalam keterangan tertulisnya.
“Tidak seharusnya ada tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, terutama dari seorang aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat.” tambahnya.
Keluarga korban juga mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap oknum yang terlibat dan memberikan sanksi tegas jika terbukti bersalah. Mereka menegaskan bahwa ini bukan hanya soal keluarga mereka, tetapi juga mengenai kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
“Kami berharap kejadian ini tidak dibiarkan begitu saja, dan menjadi pembelajaran untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kekerasan yang dilakukan oleh aparat hukum terhadap tahanan, apalagi dalam proses persidangan yang seharusnya berlangsung secara profesional dan adil,” harapnya.
Seorang tahanan lain yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa oknum pegawai Kejaksaan berinisial YG memang dikenal sering menggunakan kekerasan terhadap para tahanan.
“Bukan sekali dua kali, kami sudah sering lihat YG main tangan. Kadang pakai tangan kosong, kadang juga pakai benda seperti rotan. Kami tidak berani melawan karena takut malah diperlakukan lebih buruk,” ujarnya.
Menurut kesaksian tersebut, tindakan kekerasan oleh YG tidak hanya terjadi pada satu orang tahanan saja. “Banyak yang pernah jadi korban, tapi pada diam semua. Takut nanti dilampiaskan pas proses pemeriksaan atau saat sidang,” tambahnya.
Kesaksian ini memperkuat dugaan bahwa kasus pemukulan terhadap tahanan sebelum sidang bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari pola kekerasan yang sudah berlangsung lama dan sistematis.
“Kami cuma minta diperlakukan sebagai manusia, bukan binatang. Kalau salah, biar hukum yang mengadili, bukan dipukul-pukul kayak gini,” ujar tahanan tersebut dengan nada kesal.
Reaksi keras juga datang dari berbagai pihak yang menuntut investigasi menyeluruh atas insiden ini. Ketua LPM Sulawesi Tenggara Ados Nusantara menegaskan, pentingnya Kejaksaan Tinggi Sultra untuk menindaklanjuti masalah ini dengan serius.
“Jika terbukti bersalah, harus ada sanksi tegas sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Kasus ini kembali menambah panjang daftar dugaan kekerasan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Banyak pihak berharap kejadian ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan serta meningkatkan profesionalisme di lingkungan lembaga penegak hukum demi memastikan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia. (**)