HUKUMPOLITIK

Praktisi Hukum: Usulan Pergantian Ketua DPRD Sultra Bentuk Arogansi Partai Politik! 

0
×

Praktisi Hukum: Usulan Pergantian Ketua DPRD Sultra Bentuk Arogansi Partai Politik! 

Sebarkan artikel ini
Praktisi Hukum, Abdul Razak Said Ali, SH.

Kendari, Sentralsultra.com – Praktisi Hukum Sulawesi Tenggara (Sultra), Abdul Razak Said Ali, SH angkat bicara terkait dinamika politik yang mencuat setelah DPW Partai NasDem Sultra mengusulkan pergantian Ketua DPRD Sultra. Menurutnya, langkah tersebut berpotensi menunjukkan tindakan sewenang-wenang dan arogansi partai politik jika tidak didasari alasan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Abdul Razak menjelaskan, jabatan pimpinan DPRD pada dasarnya melekat sejak pengucapan janji atau sumpah jabatan dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRD. Ketentuan ini diatur jelas dalam regulasi, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Dalam aturan tersebut, pimpinan DPRD Provinsi dapat diberhentikan apabila terbukti melanggar sumpah jabatan atau kode etik berdasarkan keputusan Badan Kehormatan, atau jika partai politik mengusulkan pemberhentian sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, Abdul Razak menilai bahwa usulan pemberhentian terhadap Ketua DPRD Sultra saat ini tidak didasarkan pada pelanggaran sumpah ataupun kode etik.

“Faktanya, Ketua DPRD Sultra diusulkan diberhentikan bukan karena pelanggaran, tetapi semata-mata karena partainya mengusulkan demikian,” tegasnya. Kamis 4 November 2025.

Ia mempertanyakan dasar objektif partai dalam menggunakan kewenangannya. Menurut informasi yang berkembang, alasan pergantian tersebut disebut terkait kedekatan Ketua DPRD dengan Gubernur Sultra. Hal ini justru dianggap janggal oleh Razak.

“Pertanyaannya, kedekatan seperti apa yang dianggap bermasalah? Dalam sistem pemerintahan, tidak ada regulasi yang melarang kedekatan Ketua DPRD dengan gubernur,” ujarnya.

Abdul Razak menambahkan bahwa dalam kerangka Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Gubernur sebagai ketua forum justru wajib berkoordinasi erat dengan seluruh anggotanya, termasuk Ketua DPRD, Kapolda, dan Kajati. Sebaliknya, apabila terjadi jarak atau disharmoni, hal itu justru dapat menghambat kelancaran urusan pemerintahan dan pada akhirnya merugikan masyarakat.

“Secara natural dan normatif, pimpinan DPRD memang harus dekat dengan Gubernur, Kapolda, dan Kajati. Ini perintah undang-undang. Aneh kalau seorang Ketua DPRD tidak memiliki kedekatan dengan unsur Forkopimda,” tuturnya.

Berdasarkan berbagai alasan tersebut, Abdul Razak menilai usulan pergantian Ketua DPRD Sultra tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi mencerminkan tindakan semena-mena serta kepentingan pragmatis partai politik.

“Kami menduga kuat bahwa usulan ini tidak sesuai ketentuan, dan bentuk arogansi yang pada akhirnya bisa mengorbankan kepentingan masyarakat Sultra,” tegasnya.

Ia pun berharap seluruh fraksi di DPRD Sultra serta Gubernur Sultra dapat bersikap bijak dalam menyikapi situasi ini. Razak menekankan pentingnya menjaga stabilitas daerah dan mendahulukan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan politik kelompok tertentu.

“Harapan kami, semua pihak bisa mengedepankan kepentingan rakyat dan menjaga kondusifitas daerah di tengah dinamika politik yang terjadi,” pungkasnya. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *