Kendari, Sentralsultra.com – Dugaan permainan dalam penanganan laporan masyarakat kembali mencuat. Sebuah aduan terkait dugaan penyimpangan pembayaran proyek pembebasan dan pembangunan Jalan Budi Utomo Baru atau Jalan 40 yang menghubungkan Jalan Budi Utomo P2ID hingga Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari oleh Pemerintah Kota Kendari, kini terancam “terkubur” di meja kejaksaan.
Laporan tersebut masuk ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) pada 16 Mei 2024. Namun, menurut keterangan pihak Kejati Sultra, berkas perkara telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari pada 12 Juli 2024. Ironisnya, pelapor mengaku tidak pernah menerima pemberitahuan resmi, sementara pihak PTSP Kejari Kendari menyatakan tidak pernah menemukan dokumen pelimpahan itu.
“Kalau kami tidak terus mengecek, laporan ini bisa saja dipeti-eskan. Kami hanya ingin kasus ini ditangani secara profesional, transparan, dan sesuai prosedur hukum,” ujar pelapor yang identitasnya dirahasiakan.
Ketua Lembaga Pemerhati Masyarakat Sulawesi Tenggara (LPM Sultra), Ados Nuklir, menilai peristiwa ini menunjukkan lemahnya tata kelola persuratan di dua institusi penegak hukum tersebut. Menurutnya, setiap pelimpahan perkara wajib disertai surat resmi dengan nomor, tanggal, dan tanda tangan pejabat berwenang, serta pemberitahuan tertulis kepada pelapor.
LPM Sultra menuntut Kejati Sultra dan Kejari Kendari segera membuka dokumen pelimpahan perkara, melakukan audit internal tata kelola persuratan, dan meminta Ombudsman RI Perwakilan Sultra turun tangan memeriksa dugaan maladministrasi.
“Administrasi dan persuratan bukan sekadar formalitas. Setiap penyimpangan bisa menjadi celah untuk menghilangkan jejak penanganan perkara dan melemahkan penegakan hukum. Publik berhak tahu: ini kelalaian atau kesengajaan?” tegas Ados.
Di sisi lain, substansi laporan menyebut adanya dugaan salah sasaran dalam pembayaran ganti rugi lahan proyek pembuatan Jalan Budi Utomo Baru/Jalan 40 pada 2014. Pemerintah Kota Kendari diduga membayar ganti rugi kepada pihak yang memiliki dokumen tanah di Kelurahan Lepo-lepo, padahal lokasi proyek berada di Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu.
“Ada apa ini dengan Pemkot Kendari? Jelas-jelas dokumen tanah berada di luar Kelurahan Abeli Dalam, tapi tetap dibayar. Kami menduga ada konspirasi antara pemilik dokumen dengan oknum pejabat Pemkot Kendari sehingga proses pembayaran berjalan mulus,” ujar salah seorang warga.
Warga menegaskan, dugaan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang harus diusut tuntas.
Diketahui, proyek pembuatan jalan poros P2ID – Abeli Dalam sepanjang sekitar 5–6 kilometer itu menggunakan anggaran APBD Kota Kendari Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp6 miliar. Beberapa pihak yang disebut terlibat langsung dalam proyek tersebut antara lain Wali Kota Kendari saat itu, Ir. H. Asrun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Muhammad Ali Aksa, Asisten I Arifin Baidi, serta Kepala Dinas Perhubungan Sjarif Sajang. (**)