Oknum Penyidik Polda Sultra Diduga Kaburkan Informasi Keterangan Saksi Kunci Batas Tanah

oleh

Kendari, Sentralsultra.com  – Terlapor Hasan yang merupakan warga Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) membeberkan kasus yang pernah ia alami saat berproses di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) pada tahun 2022 lalu.

Hasan sangat menyayangkan dengan sikap dan perilaku Oknum Penyidik Unit I (satu) Subdit II (dua) Dit Reskrimum Polda Sultra yang diketahui bernama Ipda La Ode Muh. Farid. Hasan menduga Penyidik Ipda La Ode Muh Farid tidak profesional dalam mempresentasekan hukum dengan baik dan benar seperti pada umumnya dalam penanganan kasus tindak pidana umum yang objeknya berupa Tanah.

Minggu 2 Juni 2024, Hasan kepada awak media menyatakan, Penyidik Ipda La Ode Muh. Farid tersebut telah menyita Surat Keterangan Tanah (SKT) Asli saya yakni, Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPFBT) pada saat agenda mediasi dengan Pelapor mantan Walikota Kendari Ir. H. Asrun.

Agenda mediasi Terlapor dan Pelapor saat itu bertempat di Polda Sultra. Penyidik Dit Reskrimum Polda Sultra langsung menyita SKT Dua Warga Abeli Dalam saat itu yakni, SKT Hasan dan Maruassa. Dan dalam perjalanan penyelidikan Kasus Pidana yang objeknya berupa Tanah, Oknum Penyidik Polda Sultra tidak mempertimbangkan kesaksian saksi batas Tanah (Hasmin) saat berperkara kala itu.

“Jauh hari sebelum ada perencanaan pembebasan jalan di Abeli Dalam pada tahun 2013 kala itu, Tanah Tokinggi tersebut sudah dikuasai dan diolah pak Hasmin – Mariam (Hasmin suami dari Mariam dan Mariam cucu Tokinggi) dan Lene secara terus menerus. Dan saat itu Hasmin ini pernah dipanggil Penyidik untuk bersaksi dan hadir memberikan keterangan kepada Penyidik Ipda La Ode Muh Farid. Namun anehnya kesaksian Hasmin itu tidak dimasukan dalam Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP) sebagai saksi. Entah apa pertimbangan Penyidik tidak memasukan keterangan Hasmin tersebut,” heran Hasan

“Atas kesaksian Hasmin itu, Penyidik tidak mempertimbangkan dan memasukkan dalam BAP Penyidik. Padahal Hasmin ini adalah orang yang mengetahui dan mengolah tanah Tokinggi sejak dulu dan Hasmin yang mengolah Tanah Tokinggi ini orang yang berbatasan langsung dengan Tanah/lahan Lahu/Satia/Lamudi/Ir. H. Asrun/Asrizal Pratama Putra seperti pada surat klaim terlapor (Ir. H. Asrun) tersebut,” tambah Hasan

Lanjut warga Abeli Dalam ini menjelaskan, Penyidik La Ode Muh Farid ini lebih memasukkan keterangan pihak lain yang tidak memiliki Tanah dia area objek senketa tersebut ketimbang Saksi Batas Tanah langsung (Hasmin) yang pernah berkebun berdampingan dengan Lahu/Satia saat itu.

“Ada Apa ini dengan Ipda La Ode Muh Farid?. Bukan kah yang diperiksa itu adalah saksi batas-batas Tanah atau yang lebih lama mengolah Tanah disekitar objek sengketa tersebut? Penyidik Ipda La Ode Muh Farid ini harus diselidiki. Kami menduga oknum penyidik ini mengaburkan data fakta yang sesungguhnya. Karena menurut kami Hasmin ini adalah saksi kunci karena pihaknya berbatasan langsung dengan Lahu/ Satia seperti dalam Surat Tanah klaim Pelapor (Ir. H. Asrun),” tegas Hasan kepada media yang ditemani sejumlah anaknya.

“Saya juga heran atas Penyitaan Surat Tanah saya yang aslinya tersebut yang dilakukan secara sepihak dan mendadak oleh Penyidik. Kan sangat tidak wajar agenda mediasi kedua belah pihak lalu Penyidik langsung menyita SKT Asli. Kan ini lucu dan penuh tanda tanya. Kok Penyidik langsung main sita-sita SKT Aslinya orang?. Padahal kasus ini belum digelar dan belum pengecekan objek sengketa sudah main sita,” kesal Hasan menambahkan.

Masih kata Hasan, pihaknya sebenarnya mengetahui sebab dan alasan kenapa Penyidik Ipda La Ode Muh Farid ini tidak memasukan keterangan Hasmin tersebut? karena di Lokasi objek sengketa, saudara Hasmin mengetahui yang sebenarnya seperti batas-batas Tanah yang bersengketa tersebut.

“Karena Hasmin mengetahui batas-batas Tanah yang sebenarnya bahwa Tanah yang di klaim Lahu/Satia/Lamudi/ Ir.H.Asrun/ Asrijal Pratama Putra/PT. Kendari Baruga Pratama berbeda dengan data fakta lapangan. Sehingga praduga saya oknum Penyidik ini tidak memasukan keterangan saksi kunci Hasmin tersebut dalam BAP,” jelasnya.

Lanjut Hasan menguraikan, dalam Surat Tanah/Lahan klaim mantan Walikota Kendari Ir. H. Asrun bahwa Tanah Sebelah Timur adalah Tanah Tokinggi/Hasmin/ Mariam/Lene, Tanah sebelah Selatan berbatsan dengan Ladondo, Tanah sebelah Barat berbatasan dengan Lakuba/Yudin, Tanah sebelah Utara berbatasan dengan Burahi/LD Samia.

Padahal jelas Hasan mengatakan, sesuai data fakta lapangan Tanah Tokinggi/Hasmin/ Mariam/Lene tersebut berada di sebelah Barat yang berbatasan dengan Lakuba/Yudin, kemudian lagi Tanah Tokinggi/Hasmin-Mariam/Lene berbatasan dengan Djasmin dan Maruassa dan itu bisa di cek di lapangan dan bisa juga di cek di SKT Lakuba/Yudin, Tokinggi/Mariam/Lene, dan Djasmin.

“Itulah kecurigaan saya kepada Penyidik Ipda La Ode Muh Farid sehingga Hasmin tidak dimasukkan keterangannya dalam BAP Saksi. Kami disini, dalam kasus ini merasa sangat dikeroyok. Baik Oknum Camat Puuwatu, Oknum Kepala Kelurahan Abeli Dalam maupun oknum Penyidik ini yang menangani kasus saya ini,” kesal Hasan.

Lebih lanjut Hasan mengatakan, setelah Penyidik menyita SKT saya yang asli tersebut, dan beberapa hari kemudian saya dapat Surat undangan untuk peninjauan atau pengecekan lokasi.

“Saya mendapat ajakan Penyidik itu sebanyak dua kali dan alhamdulillah saya dapat menjelaskan dengan baik sesuai fakta data lapangan. Kemudian kami menolak atas mediasi itu (tidak sesuai) dan beberapa hari kemudian saya langsung di tersangkakan dengan delik Pemalsuan Surat (menggunakan surat palsu). Sementara saya tidak pernah melakukan pemalsuan Surat itu. Surat Tanah saya pun ditinjau dan diukur dengan baik. Ada Pemerintah setempat yang saksikan, pak RW 001, pak RW 002 saat itu bahkan pak Lurah yang membuat Surat itu pernah melihat Tanah saya tersebut,” urai Hasan.

“Mestinya kesaksian Hasmin mantu dari Tokinggi tersebut dapat pertimbangkan kesaksiannya karena saksi tersebut berbatasan langsung dengan Tanah klaim Ir. H. Asrun. Ini kan aneh. Sudah diperiksa dan diambil keterangan saksi lalu tidak di masukan dalam BAP Polisi. Ada apa ini,” kesal Hasan menambkan.

Tempat terpisah, Hasmin menjelaskan, memang pihaknya pernah di panggil dan diperiksa oleh Penyidik La Ode Muh Farid pada kasus yang menimpa Hasan dan Maruasa pada tahun 2022 lalu.

“Memang benar saya pernah di BAP atau di Periksa Penyidik La Ode Muh Farid. Dan saya memberikan keterangan seperti apa yang terdapat dilapangan. Tidak dilebih-lebihkan bahwasannya Tanah Tokinggi yang saya olah dan kuasai sejak dulu berada disebelah Barat dari Tanah Lahu/Satia/Lamudi saat itu. Dan Tanah/Lahan yang saya olah sejak dulu itu, berbatasan langsung dengan Lakuba/Yudin, Abdul Hamid, Djasmin dan Maruassa. Dan itu bisa di cek pada surat-surat mereka,” terang Hasmin saat ditemui belum lama ini.

Dimana sebelumya diberitakan,
“Oknum Penyidi dan Jaksa di Kendari Diduga Tabrak Aturan Tangani Perkara Yang Objeknya Berupa Tanah”

Belakangan ini sekitar bulan Juli 2022 lalu telah terjadi fenomena Perkara yang Objeknya berupa Tanah yang bertempat di RT 003/RW 001 Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Kasus yang dilaporkan Direktur PT. Kendari Baruga Pratama (KBP) yang juga mantan Walikota Kendari periode 2007-2012 / 2012-2017 melalui kuasa hukumnya pada bulan Februari 2022 itu, terkait Pengrusakan Tanaman dan atau Memasuki Pekarangan Tanpa Ijin yang kemudian Penyidik mengembangkan Laporan Pelapor sehingga mendapatkan delik baru berupa Pemalsuan Dokumen/menggunakan Dokumen Palsu.

Penanganan kasus tersebut bergulir selama kurang lebih 6 (enam) bulan yang dibuktikan Penyidik Dit Reskrimum Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) menetapkan tersangka kepada terlapor (HASAN).

Bulan Agustus 2022 Kejaksaan Negeri Kendari menerima berkas perkara dari Penyidik itu dan dinyatakan lengkap oleh Jaksa Kejari Kendari dan selanjutnya proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kendari dilakukan hingga selesai.

Putusan persidangan oleh PN Kendari tersebut menyatakan bahwa perkara tersebut Bukan Merupakan Perkara Tindak Pidana. (putusan nomor 336/Pid.B/2022/PN Kdi). Selanjutnya Jaksa Kejari Kendari melakukan Kasasi dan Mahkamah Agung mengabulkan dan menjatuhkan vonis kepada terdakwa Hasan selama 1 (satu) tahun dikurangi masa tahanan.

Namun perlu diketahui dalam Penyelidikan kasus tersebut banyak kejanggalan yang diduga dilakukan para oknum Aparat Penegakan Hukum (APH) diantaranya, Dokumen atau Surat Tanah Pelapor berada diluar Objek (Dokumen di Lepo-lepo Objek Tanah ada di Abeli Dalam), kemudian Batas Tanah tidak sesuai data fakta lapangan namun Penyidik Polda Sultra tidak memperhatikan itu meski diberitahu.

Disamping itu para Oknum APH tersebut tidak mengindahkan Peraturan Kapolri (Perkap) Pasal 61 dan 62, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 1980 dan Surat Panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejagung Nomor: B-
230/E/Ejp/01/2013. Hal tersebut di ungkapkan Hasan yang didampingi sejumlah anaknya saat memberikan keterangan, Kamis 23 Mei 2024.

“Oknum APH Penyidik dan Jaksa ini diduga sangat tidak profesional dalam menangani kasus pidana umum yang objeknya berupa tanah. Kemudian lagi parahnya oknum APH yang memeriksa perkara ini di Mahkamah Agung (MA), diduga semua menabrak atau tidak memperhatikan aturan atau undang – undang yang berlaku (SEMA, Perkap dan Kejagung) yang mereka buat sendiri,” kesal Hasan.

“Kami heran juga dengan sikap dan kinerja APH kita, mereka buat surat edaran namun mereka juga yang langgar. Kami masyarakat kecil mau mengadu kemana dan sama siapa lagi kalau di MA saja tidak menegakan dan memperhatikan undang – undang itu sendiri. Namun saya masih menaruh harapan besar bahwa itu semua hanya kinerja segelintir oknum saja dan masih ada yang kerja lurus dan ikhlas sesuai prosedur. Baik itu di Kepolisian, Jaksa maupun di MA itu sendiri,” tambah Hasan.

Yang mana diketahui masing-masing Pihak memiliki alas hak Kepemilikan Tanah yang keluarkan Pemerintah. Dimana Surat Tanah masing-masing pihak tersebut adalah sebagai berikut :
Untuk Surat Tanah Pelapor mantan Walikota Kendari melalui Kuasa Hukumnya adalah berdasarkan Surat Keterangan Pengolahan Tanah diterbitkan Kepala Desa Lepo-lepo pada Tahun 1972 seluas 20 (dua puluh ribu meter persegi) M² atau 20 Hektare (Ha) atas nama LAHU. Sedangkan Surat Tanah Terlapor HASAN berdasarkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah yang diterbitkan Kepala Kelurahan Abeli Dalam pada tahun 2013 seluas 32.355 (tiga puluh dua ribu tiga ratus lima puluh lima meter persegi) M² atas nama HASAN.

“Surat Keterangan Pengolahan Tanah Pelapor inikan berada di Lepo-lepo, kenapa datang menunjuk/mengklaim Tanah di Abeli Dalam. Mestinya ini juga tugas pihak Penyidik untuk melihat dokumen Pelapor yang tidak sesuai objek. Dan Penyidik mengarahkan Pelapor keranah Perdata karena kasus tersebut objeknya berupa tanah. Dan tak kalanya lagi Jaksa untuk tidak menerima berkas perkara yang dikirim oleh Penyidik Polda Sultra ini. Sebab ini kasus adalah kasus tanah dan ranahnya itu adalah perkara Perdata,” terang Hasan.

Hasan menduga oknum Penyidik Dit Reskrimum Polda Sultra dan oknum Jaksa Kejari Kendari ini sangat tidak profesional dalam melakukan penyelidikan suatu kasus tindak pidana umum yang objeknya berupa tanah.

“Ini sangat berbahaya jika dibiarkan APH kita berbuat semaunya secara terus menerus dalam melakukan penyelidikan seperti kasus yang saya alami ini (perkara tanah). Ini sangat merusak citra Kepolisian dan Kejaksaan,” tegas Hasan.

Lanjut Hasan berharap kepada Kapolda Sultra dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dapat memanggil, menyelidiki dan memproses hukum oknum Penyidik dan oknum Jaksa Kejari Kendari atas perbuatannya tersebut.

“Berharap para oknum yang diduga keras telah menyalahgunakan kewenangannya atau melakukan penyelidikan sesuai kehendaknya tersebut, dapat diproses hukum dan diberikan sangsi tegas berupa pemecatan terhadap anggota polri dan Jaksa tersebut. Dan itu sudah setimpal atas perbuatannya. Karena perlakuannya sangat tidak manusiawi. Perlakuan mereka sangat mengkriminalisasi kami,” kesal Hasan.

Dikutip pada media rr.co.id, Pakar Hukum Universitas Indonesia, Prof Hikmawanto Juwana mengatakan, apa yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum dalam kasus Perdata menjadi Pidana merupakan sebuah kriminalisasi.

“Jadi aparat penegak hukum seperti polisi dan Jaksa harus waspada bila ada aduan atas masalah perdata ke pidana,” ungkapnya. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.