Kendari, Sentralsultra.com – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara diminta untuk turun tangan dan melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap dugaan praktik penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Lapulu, Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari.
Salah satu nama yang disebut-sebut dalam dugaan penimbunan tersebut adalah seorang pria bernama Rendi, warga setempat yang diduga kuat terlibat dalam jaringan distribusi gelap solar subsidi, bekerja sama dengan oknum pihak SPBN Lapulu.
Menurut keterangan salah satu warga sekitar, Rendi dikenal sebagai pengumpul solar dari SPBN Lapulu.
“Memang nama Rendi ini sudah lama dikenal di SPBN Lapulu. Ia biasa mengarahkan anggotanya untuk mengangkut solar menggunakan kapal nelayan, kemudian dibawa ke darat dan dijual kembali ke pihak lain,” ungkap warga yang enggan disebutkan namanya.
Modus yang dijalankan disebut berjalan mulus karena adanya dugaan kerja sama antara pihak pembeli yang diwakili Rendi dengan oknum pegawai SPBN Lapulu. Warga pun mendesak aparat kepolisian agar lebih serius menelusuri aktivitas mencurigakan di sekitar SPBN tersebut.
“Kalau polisi mau serius, mudah saja. Tinggal cari siapa Rendi di SPBN Lapulu atau tanya langsung ke pengelola SPBN, pasti tahu semua,” tambah warga tersebut.
Sementara itu, Ketua Forum Pemerhati Kebijakan Hukum Sultra, Jimlin, menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap pendistribusian solar subsidi yang tidak sesuai mekanisme dan sudah berlangsung cukup lama itu. Ia menilai praktik ini merugikan nelayan kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.
“Solar subsidi itu diperuntukkan bagi nelayan yang benar-benar memiliki kapal dan beroperasi. Tapi faktanya, banyak yang hanya bermodal dokumen kapal palsu, palsu dalam artian bahwa hanya dokumen saja yang ada akan tetapi kapal itu tidak layak beroperasi. Bahkan ada kapal yang tidak pernah melaut, hanya digunakan untuk menampung solar,” tegas Jimlin.
Ia meminta pihak pengelola SPBN Lapulu untuk segera menghentikan praktik penyimpangan tersebut dan menyalurkan BBM bersubsidi sesuai peruntukan.
“Sudahilah praktik kotor ini. Salurkan solar tepat sasaran agar nelayan tidak kesulitan mencari BBM,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jimlin mendesak Polda Sultra untuk segera memeriksa pengawas dan pemilik SPBN Lapulu, serta warga bernama Rendi yang diduga kuat menjadi bagian dari praktik penimbunan solar bersubsidi.
Selain itu, sejumlah warga sekitar juga menyoroti pengelolaan SPBN yang dinilai tertutup dan tidak berpihak kepada nelayan kecil.
“SPBN Lapulu ini seperti milik keluarga sendiri. Setelah pengisian selesai, kabarnya setiap karyawan mendapat jatah sekitar 100 liter solar,” ungkap seorang warga lain.
Forum Pemerhati Kebijakan Hukum Sultra juga mendesak Pertamina untuk menghentikan sementara penyaluran BBM bersubsidi ke SPBN Lapulu hingga penyelidikan tuntas dilakukan.
“Kami berharap Polda Sultra segera mengambil langkah tegas agar distribusi BBM subsidi benar-benar tepat sasaran, khususnya bagi nelayan yang berhak menerimanya,” tutup Jimlin. (**)