HUKUM

Laporan Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah di Polda Sultra Dinilai Mandek, Pelapor Desak Penyidikan Dipercepat

0
×

Laporan Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah di Polda Sultra Dinilai Mandek, Pelapor Desak Penyidikan Dipercepat

Sebarkan artikel ini
Kuasa Hukum Syarif, Yendra Laturumo

Kendari, Sentralsultra.com – Penanganan laporan dugaan pemalsuan dokumen tanah yang diajukan oleh Syarif Lauto sejak 24 Juni 2025 kembali menjadi sorotan publik. Meski laporan telah diterima secara resmi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Tenggara, proses penyidikannya dinilai berjalan lambat dan belum menunjukkan perkembangan signifikan.

Laporan tersebut diajukan oleh Syarif, warga Kelurahan Lepo-Lepo, Kecamatan Baruga, Kota Kendari. Ia mengadukan seorang mantan kepala sekolah di Wanggu berinisial Y, yang diduga memalsukan tanda tangan dirinya dan istrinya dalam dokumen tanah yang berlokasi di wilayah Lepo-Lepo.

Syarif membenarkan bahwa laporan itu telah ia masukkan ke Polda Sultra.

“Iya, sudah saya laporkan dugaan pemalsuan dokumennya. Tanda tanganku dipalsukan. Surat tanah itu dikeluarkan tahun 1996, dan di tahun itu saya sedang berada di Malaysia,” ujarnya kepada wartawan.

Ia menyebut terdapat beberapa kejanggalan yang diduga menjadi bagian dari pemalsuan dokumen tersebut. Syarif berharap proses penyidikan segera ditindaklanjuti demi kepastian hukum.

“Saya meminta penyidik untuk segera melakukan tindak lanjut. Ini sangat merugikan saya,” tegasnya.

Tim kuasa hukum Syarif juga telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), yang menyatakan bahwa laporan tersebut telah ditangani penyidik Unit 3 Subdit II Ditreskrimum Polda Sultra. Namun hingga kini, pihak pelapor belum menerima informasi jelas mengenai langkah konkret yang telah ditempuh penyidik.

Kuasa hukum Syarif, Yendra Laturumo, menegaskan bahwa mereka telah menyerahkan bukti petunjuk kuat yang seharusnya dapat mempercepat proses penyidikan. Bukti tersebut menunjukkan bahwa:
1. Kliennya tidak pernah membuat atau menandatangani Surat Keterangan Penguasaan/Pengalihan Atas Bidang Tanah yang kini digunakan pihak lain.

2. Nama istri Syarif dalam surat tersebut tidak sesuai identitas sebenarnya.

3. Syarif tidak pernah mengetahui apalagi menyerahkan dokumen tersebut kepada siapa pun.

4. Dugaan pemalsuan ini menyebabkan kliennya tidak dapat mengurus, menguasai, atau melakukan transaksi atas tanah miliknya sendiri.

“Semua bukti pembanding seperti tanda tangan asli, dokumen resmi keluarga, hingga penjelasan terkait kesalahan identitas telah diserahkan kepada penyidik. Temuan awal ini seharusnya cukup untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui uji laboratorium forensik,” tegas Yendra.

Namun hingga kini, pihaknya menilai belum ada perkembangan transparan dari penyidik.

“Bukti kami sangat terang. Klien kami tidak pernah membuat surat itu. Nama istrinya salah. Ia bahkan tidak tahu keberadaan dokumen tersebut. Kondisi ini merugikan karena ia tidak bisa menguasai atau melakukan transaksi atas tanahnya sendiri,” ujarnya.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa lambannya penyidikan dapat berpotensi menghilangkan bukti, menghambat pencarian kebenaran, dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Yendra mendesak Polda Sultra untuk mempercepat proses penyidikan dengan menjunjung asas kepastian hukum, profesionalitas, dan akuntabilitas.

“Masyarakat kini menunggu langkah nyata aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus ini secara objektif dan transparan,” tutupnya. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *