KRIMINAL

Kriminalisasi Korban dan Dugaan Mafia Tanah di Sultra : APH Diminta Bertindak Tegas

0
×

Kriminalisasi Korban dan Dugaan Mafia Tanah di Sultra : APH Diminta Bertindak Tegas

Sebarkan artikel ini

Kendari, Sentralsultra.com – Praktik Kejahatan disektor Pertanahan yang akrab disebut Mafia Pertanahan membutuhkan Perhatian serius dari Pemerintah. Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai Leading sektor dan ujung tombak penindakan praktik kejahatan termasuk Mafia Tanah dituntut serius dalam menyikapi keluhan masyarakat, guna memberatas hangus praktik tersebut di masyarakat. Apalagi Kementerian Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), telah membentuk Satuan Penugasan (Satgas) Mafia Tanah untuk menindak tegas para Mafia, karena selain menyengsarakan rakyat, mafia tanah juga berpotensi merugikan keuangan negara.

Meski masih membutuhkan pembuktian, dugaan Mafia Tanah di Kota Kendari juga terjadi di Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Setidaknya hal itu yang dirasakan penulis terkait dugaan praktik Mafia Tanah tersebut.

Sudah seharusnya, APH ekstra serius dalam menanggapi Persoalan Tanah di Kota Lulo. Sengketa Lahan kerap menjadi masalah dalam pembangunan, baik itu antar masyarakat, ataupun masyarakat dan pemerintah. Kondisi tersebut, boleh jadi ada keterlibatan oknum – oknum yang menyalahgunakan wewenangnya. Praktik Mafia Tanah telah menyebabkan banyak warga kehilangan hak atas tanah mereka. Bukan itu saja dugaan kriminalisasi juga terjadi terkait sengketa lahan yang melibatkan masyarakat.

Mafia Tanah, Kejahatan Disektor Terstruktur yang Rugikan Rakyat

Ketgam: Dokumen/Surat Tanah atas nama LAHU seluas 20 Hektar (Ha) yang administrasinya di terbitkan di Desa Lepo – lepo pada tahun 1972. Surat Tanah tersebut menjadi Dasar Alas Hak oknum Eks. Walikota Kendari yang menjadi Lawan HASAN. Dok: Sentralsultra.com.

Mafia Tanah merupakan bentuk kejahatan yang terorganisir dan sering melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum aparat dan pejabat. Modus operandi mereka beragam, mulai dari pemalsuan dokumen, kolusi dengan oknum aparat, hingga rekayasa perkara. Mereka bisa merebut tanah milik orang lain dengan cara-cara yang melawan hukum.

Edi Fiat, salah seorang menantu dari seorang pria paruh baya bernama Hasan, mencontohkan, ayahnya yang bernama Hasan merupakan warga Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Hasan mengaku tanah yang diklaim miliknya juga diklaim oleh orang lain yang merupakan mantan orang nomor 1 di Kota Kendari. Padahal, secara administratif dokumen tanah Hasan dikeluarkan oleh Kelurahan Abeli Dalam, sesuai dengan letak objek tanah tersebut.

Anehnya, lawan mereka menggunakan Surat Tanah yang diterbitkan di Lepo-lepo, wilayah yang berbeda secara administratif.

“Bagaimana mungkin seseorang bisa mengklaim tanah di Abeli Dalam dengan dokumen yang diterbitkan di Lepo-lepo? Lebih mengherankan lagi, kok bisa-bisanya Hasan justru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sultra,” tegasnya.

Edi Fiat menekankan bahwa surat tanah Hasan memiliki saksi yang sah, yaitu Ketua RW 001, Ketua RW 002, serta seorang saksi bernama Ande, yang sebelumnya memiliki tanah berbatasan langsung dengan objek sengketa.

Sebaliknya, dokumen pihak lawan justru tidak memiliki saksi yang jelas, tetapi tetap dijadikan dasar penyelidikan.

“Ini jelas cacat hukum! Seharusnya sejak awal kasus ini tidak bisa diproses karena administrasi dokumennya sudah salah. Tapi kenapa justru Hasan yang dikriminalisasi?. Ada apa di balik ini semua,” imbuhnya.

Seruan untuk APH: Jangan Takut Ungkap Mafia Tanah

Lebih lanjut, Edi Fiat meminta APH agar tidak takut dalam menindak Mafia Tanah, meskipun ada tekanan dari berbagai pihak.

“Kami percaya bahwa masih banyak aparat yang berintegritas. Kami hanya berharap mereka berani menegakkan keadilan tanpa takut intervensi dari oknum yang berkepentingan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang menegaskan bahwa praktik mafia tanah sering melibatkan lebih dari satu pihak dan harus diberantas dengan tindakan tegas.

“Kami mengapresiasi langkah konkret yang telah dilakukan APH bersama Kementerian ATR/BPN dalam memberantas mafia tanah. Tapi kami ingin ini bukan sekadar wacana, melainkan harus benar-benar ditegakkan hingga ke akar-akarnya,” katanya.

Edi Fiat juga berharap di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Penegakan Hukum terhadap mafia tanah bisa lebih serius dan transparan.

“Kami menunggu realisasi janji untuk men-zero-kan mafia tanah di Bumi Anoa, Sulawesi Tenggara. Ini bukan hanya tentang tanah kami, tapi juga tentang keadilan bagi seluruh masyarakat yang menjadi korban,” tegasnya.

Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Oknum APH

Edi Fiat juga menyoroti ketidakprofesionalan oknum penyidik dalam menangani kasus ini. Ia menyebut bahwa dalam penanganan perkara tanah, terdapat aturan hukum yang seharusnya dijadikan pedoman, seperti:

• Peraturan Kapolri (Perkap) Pasal 61 dan 62
• Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 1956
• Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 1980
• Panduan Kejaksaan Agung dalam sistem penuntutan (Nomor: B-230/E/Ejp/01/2013)

“Dalam regulasi ini sudah jelas bahwa kasus pertanahan harus ditangani dengan hati-hati. Tapi kenapa dalam kasus Hasan, aturan ini seakan diabaikan? Kami mencium ada indikasi permainan hukum yang menguntungkan salah satu pihak,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pihak lawan belum pernah menunjukkan dokumen asli tanah mereka, yang diklaim seluas 20 hektare dan diterbitkan Kepala Desa Lepo-lepo pada tahun 1972.

“Jika mereka memang memiliki dokumen sah, kenapa tidak pernah diperlihatkan? Ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada permainan kotor dalam kasus ini,” ujarnya.

APH Harus Bertindak Tegas

Edi Fiat menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan, bukan hanya untuk Hasan, tetapi juga untuk masyarakat luas yang selama ini menjadi korban Mafia Tanah.

“Kami masyarakat kecil ini harus lapor ke mana lagi? Laporan kami seringkali hanya jalan di tempat, sementara Mafia Tanah semakin leluasa beraksi. Jika hukum masih bisa dibeli, maka rakyat kecil seperti kami akan terus tertindas,” tandasnya. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *