Kendari, Sentralsultra.com – Sejumlah massa yang tergabung dalam Konsorsium Pribumi Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Jumat 14/11/2025, menolak rencana konstatering dan eksekusi terhadap lahan eks PGSD yang diklaim milik Kikila Adi Kusuma.
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan Abdullah Ali Arab menyampaikan sejumlah alasan yang menjadi dasar penolakan pihaknya terhadap rencana eksekusi tersebut. Ia menilai proses hukum yang melatarbelakangi pelaksanaan konstatering penuh kejanggalan serta tidak sesuai dengan objek perkara yang sebenarnya.
Abdullah merinci 6 (enam) poin yang menjadi tuntutan massa aksi:
1. Perkara yang digugat bukan terkait hak kepemilikan. Menurutnya, perkara di PN Kendari merupakan gugatan perbuatan melawan hukum terkait ganti rugi bangunan yang pernah dibongkar Satpol PP Sultra pada 2014 dan 2025, bukan gugatan kepemilikan lahan.
2. Dugaan manipulasi putusan Mahkamah Agung. Abdullah mengklaim memori kasasi tidak dikirim ke MA, sehingga putusan Nomor 3018 K/Pdt/2017 dinilai tidak sah. Selain itu, putusan perkara Nomor 20/Pdt.G/2020 disebut tidak dapat diakses di situs MA, yang menurutnya merupakan bentuk pelanggaran hukum.
3. Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 18 Tahun 1981 dinilai tidak berlaku. Sertifikat tersebut hanya berlaku selama digunakan untuk operasional SPGN, sementara institusi itu dibubarkan pada 1998.
4. Dugaan cacat administrasi pada sertifikat. Massa aksi menyebut warkah SHP Nomor 18 Tahun 1981 tidak ditemukan di BPN Kota Kendari, Kanwil BPN, maupun Kementerian ATR/BPN RI. Selain itu, koordinat sertifikat disebut tidak berada di atas lokasi lahan eks PGSD milik Kikila Adi Kusuma.
5. Telah diagendakan RDP di DPR RI. Mereka mengaku telah mendaftarkan aduan ke Komisi II dan Komisi III DPR RI terkait masalah pertanahan dan hukum dengan nomor tiket F254472 dan Nomor Agenda 006966.
6. Sertifikat telah dilaporkan ke Polda Sultra. SHP Nomor 18 Tahun 1981 disebut telah dilaporkan melalui LP/349/VII/2017 dan ditindaklanjuti oleh Divisi Propam Polri melalui surat R/3350/IX/WAS.2.4./2022.
“Atas dasar itu, massa menegaskan menolak rencana konstatering dan eksekusi lahan oleh PN Kendari,” tegas Ali.

Sementara itu Pengadilan Negeri (PN) Kendari Menanggapi aksi tersebut melalui Humas PN Kendari, Frans menegaskan bahwa, seluruh tudingan terkait ketidakterbukaan putusan Mahkamah Agung (MA) adalah tidak benar. Ia menjelaskan bahwa putusan yang dimaksud demonstran tersedia lengkap di direktori putusan, meski tidak semuanya muncul di laman pencarian publik.
“Kami sudah mem-print putusan-putusan itu untuk membuktikan bahwa apa yang mereka sampaikan tidak benar. Semua ada dalam direktori putusan. Kalau di website MA tidak muncul, bukan berarti putusannya tidak ada,” jelas Frans.
Frans juga meluruskan tudingan terkait ketidaktercantuman memori kasasi pada putusan Nomor 3018 K/Pdt/2017.
“Mereka bilang memori kasasinya tidak dikirim. Itu tidak berdasar. Dalam putusan tersebut jelas tercantum memori kasasinya,” tegasnya.
Ia turut menegaskan bahwa putusan perkara Nomor 20/Pdt.G/2020 PN Kendari, putusan banding Nomor 69/Pdt/2020 PT Kendari, hingga putusan kasasi Nomor 487 K/Pdt/2022 seluruhnya ada di direktori putusan MA dan dapat dibuktikan.
Terkait klaim adanya agenda RDP di DPR RI, Frans menegaskan hal tersebut tidak berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi, karena eksekusi merupakan tindak lanjut dari putusan hukum yang telah berkekuatan tetap.
“Pelaksanaan eksekusi ini murni persoalan hukum. Tidak ada kaitannya dengan DPR RI,” ujarnya. (**)













