Wakatobi, Sentralsultra.com – Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara (Dishub Sultra) melalui Kepala Bidang Kepelabuhan, Rahmat Halik, memberikan tanggapan terkait keberadaan pelabuhan khusus (Pelsus) yang dibangun di samping Pelabuhan Penyeberangan Feri Wanci – Kamaru, Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Pembangunan Pelsus tersebut menjadi viral dibeberapa media sosial dan kalangan masyarakat.
“Kami tetap berprasangka baik. Semoga pemiliknya telah mengantongi izin sebelum memulai aktivitas pembangunan tersebut, meski hingga saat ini belum ada tembusan izin yang masuk ke Dinas Perhubungan Provinsi Sultra,” ujar Rahmat Halik, Senin 4 Agustus 2025.
Lebih lanjut, ia menyampaikan sejumlah catatan penting sebagai bentuk pengingat kepada masyarakat maupun pelaku usaha, terkait potensi pelanggaran yang dapat timbul dari aktivitas penimbunan laut di kawasan pesisir tersebut.
Dugaan Penimbunan Laut Tanpa Izin Resmi
Berdasarkan dokumentasi visual yang beredar, terlihat adanya aktivitas penimbunan laut di dekat pelabuhan feri yang membentuk daratan baru. Daratan tersebut kini digunakan sebagai tempat sandar kapal cepat, dan posisinya sangat dekat dengan jalur resmi pelayaran.
Aktivitas ini diduga belum mengantongi izin dari instansi terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta pemerintah daerah setempat.
Potensi Pelanggaran Hukum
Rahmat Halik menegaskan bahwa aktivitas tersebut berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya Pasal 3, 11, 290, dan 291 yang mengatur tentang keselamatan pelayaran dan wilayah kerja pelabuhan. Penimbunan dalam wilayah pelabuhan tanpa izin dapat dipidana karena mengganggu alur pelayaran resmi.
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di mana kegiatan penimbunan laut wajib dilengkapi dokumen Amdal atau UKL-UPL serta izin lingkungan. Tanpa itu, pelaku bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
3. UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyebutkan pemanfaatan ruang laut harus disertai izin lokasi dan pengelolaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dampak Negatif dan Ancaman Serius
Dishub Sultra juga mengingatkan potensi dampak buruk dari penimbunan laut ilegal, seperti:
1. Gangguan keselamatan pelayaran, terutama jika alur kapal terganggu dan berpotensi menimbulkan tabrakan laut.
2. Kerusakan ekosistem pesisir, termasuk terumbu karang, padang lamun, serta habitat biota laut akibat timbunan material.
3. Konflik kepentingan ruang laut, yang berisiko menimbulkan ketimpangan akses dan mencederai keadilan pemanfaatan sumber daya kelautan.
Rekomendasi dan Langkah Lanjut
Rahmat Halik menegaskan pentingnya tindakan cepat dan terukur, di antaranya:
1. Audit lapangan oleh instansi teknis seperti KSOP, Dinas Perhubungan, DKP, dan DLH.
2. Penghentian sementara aktivitas hingga seluruh perizinan terpenuhi.
3. Sosialisasi masif terkait risiko hukum atas pelanggaran regulasi di sektor pelayaran, lingkungan, dan kelautan.
“Jika benar aktivitas tersebut dilakukan tanpa izin resmi dan membahayakan pelayaran umum, maka sudah seharusnya dievaluasi secara hukum dan administratif. Ini demi melindungi kepentingan publik, menjaga keselamatan pelayaran, dan kelestarian ekosistem laut,” pungkasnya. (TIM)**