Konut, Sentralsultra.com – PT Tiran Indonesia, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, masuk dalam daftar 890 perusahaan yang wajib membayar denda administratif sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023.
Keputusan tersebut memuat data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan tahap XI. Dalam SK yang ditandatangani Kepala Biro Hukum Kementerian LHK, Supardi, PT Tiran tercatat pada nomor urut 25. Perusahaan ini memiliki luasan indikatif area terbuka di Kawasan Hutan Produksi (HP) seluas 126,54 hektare di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya.
Berdasarkan Pasal 110 B Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), pelanggaran tersebut dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, dan/atau paksaan pemerintah. Ketentuan ini berlaku untuk kegiatan di kawasan hutan tanpa perizinan berusaha yang dilakukan sebelum 2 November 2020.
Pengecualian hanya diberikan bagi pelanggaran yang dilakukan oleh warga yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan selama minimal lima tahun berturut-turut dengan luas lahan maksimal lima hektare. Kasus semacam itu diselesaikan melalui penataan kawasan hutan.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di bawah Kementerian Pertahanan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Satgas ini diketuai oleh Menteri Pertahanan, dengan Wakil I Jaksa Agung, Wakil II Panglima TNI, Wakil III Kapolri, dan pelaksana di lapangan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tenggara, PT Tiran Indonesia juga tercatat mendapatkan kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM sebesar 10 juta metrik ton (MT). (**)