Jakarta, Sentralsultra.com – Suara sirene yang meraung di jalan raya kerap menimbulkan perasaan berbeda di tengah masyarakat. Ada yang merasa terganggu, ada pula yang memaknainya sebagai tanda kehadiran pejabat atau kondisi darurat. Namun, ketika penggunaannya berlebihan, sirene justru memicu keresahan publik.
Fenomena inilah yang kemudian mendorong Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho mengambil langkah tegas. Ia membatasi penggunaan sirene dan strobo bagi kendaraan pejabat negara, bahkan melarang penggunaannya pada waktu-waktu tertentu, seperti saat azan berkumandang atau di malam hari.
“Kalaupun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan,” tegas Agus, Sabtu (20/9/2025).
Kebijakan ini ternyata mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath. Legislator Partai Kebangkitan Bangsa itu menilai langkah Kakorlantas sebagai terobosan positif yang berpihak pada ketertiban umum.
“Saya memandang kebijakan ini sebagai langkah yang patut didukung. Sirene memang penting untuk kondisi darurat, tapi sering kali digunakan berlebihan sehingga menimbulkan keresahan,” kata Rano, Minggu (21/9/2025).
Bagi Rano, kebijakan ini bukan sekadar aturan teknis lalu lintas, melainkan bentuk penghormatan terhadap ruang publik. Ia mengaku sering menerima keluhan masyarakat soal penggunaan sirene yang dianggap mengganggu.
“Polisi sudah mengambil langkah antisipatif, dan tentu perlu kita kawal bersama agar aturan ini bisa berjalan konsisten di lapangan,” ujarnya.
Di balik pernyataan itu, tersirat pesan tentang pentingnya disiplin berlalu lintas yang adil bagi semua pihak. Komisi III DPR, kata Rano, mendukung penuh kebijakan yang mengedepankan rasa keadilan masyarakat. Ia berharap penerapannya tak hanya tegas, tetapi juga dibarengi sosialisasi agar masyarakat dan pejabat memahami batasannya.
“Intinya, kami mendukung penuh kebijakan ini. Semoga bisa menjadi upaya kecil namun penting dalam meningkatkan disiplin berlalu lintas serta kenyamanan publik,” tambahnya.
Langkah Kakorlantas ini sejalan dengan program Polantas Menyapa yang menekankan pendekatan humanis dalam mengatur lalu lintas. Dari jalan raya, sirene kini tak lagi sekadar simbol kuasa atau prioritas, melainkan pengingat bahwa ketertiban publik harus menjadi kepentingan bersama. (**)