Kabaena, Sentralsultra.com – PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, kembali menjadi sorotan publik. Perusahaan ini diduga melakukan serangkaian pelanggaran serius terhadap regulasi kehutanan dan kepelabuhanan, namun hingga kini belum tersentuh penindakan hukum yang tegas.
Hal tersebut diungkapkan salah satu Tokoh Kabaena yang bernama, Ajen, Selasa 26 Agustus 2025. Kepada media ini, Ajen menjelaskan terkait aktivitas PT. TMS yakni diantaranya :
Dugaan Pelanggaran Hutan Lindung
PT. TMS disebut membuka lahan seluas 147,60 hektare di kawasan hutan lindung tanpa mengantongi izin resmi berupa Surat Keputusan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH). Aktivitas tersebut berdampak besar terhadap lingkungan. Warga melaporkan mata air yang selama ini menjadi sumber kebutuhan hidup mulai rusak, kawasan hutan berubah gundul, dan ekosistem alami terganggu.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melalui analisis citra satelit bahkan menemukan adanya pembukaan lahan di luar wilayah yang telah disetujui pemerintah. Temuan ini menguatkan dugaan bahwa PT. TMS melanggar aturan tata kelola kehutanan.
Dugaan Pemakaian Tersus Ilegal
Tak hanya di sektor kehutanan, PT TMS juga diduga menyalahi aturan dalam penggunaan Terminal Khusus (Tersus). Tersus seharusnya hanya boleh digunakan sesuai izin resmi untuk kegiatan perusahaan terkait. Namun, PT TMS tercatat melakukan setidaknya 41 kali transaksi pengapalan yang tidak sesuai prosedur.
Praktik tersebut berpotensi menjadi bentuk penggunaan Tersus secara ilegal sekaligus indikasi pencurian sumber daya alam. Nilai transaksi disebut mencapai ratusan miliar rupiah, namun hingga kini belum ada langkah penegakan hukum yang jelas dari otoritas berwenang.
Reaksi Publik dan Tuntutan Penindakan
Masyarakat Pulau Kabaena bersama sejumlah aktivis lingkungan telah berulang kali melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada pemerintah dan aparat penegak hukum. Sayangnya, respons yang diberikan dinilai minim, sehingga memunculkan anggapan PT TMS “kebal hukum”.
“Kerusakan lingkungan ini nyata kami rasakan, tapi laporan kami seolah diabaikan. Kami hanya ingin aturan ditegakkan,” ungkap Ajen.
Hingga kini, publik menantikan keberanian aparat penegak hukum dalam menindak tegas dugaan pelanggaran yang dilakukan PT TMS. Kasus ini sekaligus menjadi ujian transparansi dan integritas penegakan hukum di sektor pertambangan Sulawesi Tenggara. (**)