HUKUM

Rudianto Lallo Tolak Wacana Presiden Tunjuk Kapolri Tanpa Persetujuan DPR

0
×

Rudianto Lallo Tolak Wacana Presiden Tunjuk Kapolri Tanpa Persetujuan DPR

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo.

Jakarta, Sentralsultra.com – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyatakan sikap tegas menolak wacana yang menyebut Presiden dapat menunjuk Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) secara langsung tanpa melalui mekanisme persetujuan DPR RI.

Menurutnya, gagasan tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Rudianto menilai, pengisian jabatan Kapolri tanpa mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR mencerminkan absennya pemahaman mendalam terhadap konsep negara hukum dan kedaulatan rakyat.

“Usulan atau wacana yang berkembang terkait pengisian jabatan Kapolri yang tidak melalui mekanisme persetujuan DPR merupakan bentuk keabsenan terhadap pemaknaan mendalam kita tentang konsep negara hukum dan negara demokrasi,” ujar Rudianto, Jumat (12/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 secara tegas menempatkan Indonesia sebagai negara yang berkedaulatan rakyat sekaligus negara hukum. Oleh karena itu, dalam praktik penyelenggaraan negara harus terdapat mekanisme checks and balances antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif.

“Konsekuensi logis dari mandat konstitusi tersebut adalah hadirnya mekanisme check and balance dalam penyelenggaraan negara,” katanya.

Dalam konteks pengangkatan Kapolri, Rudianto menegaskan DPR memiliki peran strategis sebagai representasi rakyat untuk memberikan legitimasi terhadap jabatan publik yang sangat menentukan arah penegakan hukum dan stabilitas keamanan nasional.

Politikus Partai NasDem itu menekankan bahwa fungsi pengawasan DPR tidak dapat dipandang sekadar sebagai formalitas prosedural, melainkan sebagai wujud nyata pelaksanaan kedaulatan rakyat.

“Fungsi pengawasan DPR adalah manifestasi dari kedaulatan rakyat. Setiap alat negara harus melalui validasi konstitusional,” tegasnya.
Rudianto juga menyebut mekanisme fit and proper test sebagai “bandul” utama dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem demokrasi.

“Mekanisme fit and proper test di DPR tidak boleh direduksi maknanya, apalagi dideviasi keluhurannya, karena itulah bandul utama legitimasi rakyat melalui representasinya di DPR,” imbuhnya.

Wacana pengangkatan Kapolri tanpa persetujuan DPR sebelumnya disampaikan oleh mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar. Pernyataan tersebut disampaikan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025). Da’i berpandangan bahwa pemilihan Kapolri sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden sehingga tidak perlu melibatkan forum politik di DPR.

“Tidakkah sepenuhnya kewenangan prerogatif seorang Presiden memilih calon Kapolri dari persyaratan yang dipenuhi dari Polri itu sendiri? Tidak perlu membawa ke forum politik melalui DPR,” ujar Da’i.

Meski demikian, Da’i juga mengakui bahwa mekanisme fit and proper test memiliki tujuan pengawasan, namun ia menilai proses tersebut berpotensi menimbulkan beban politis bagi Kapolri terpilih.

“Dikhawatirkan ada beban-beban yang dihadapi Kapolri setelah dipilih, karena mungkin ada balas jasa dan sebagainya di forum persetujuan itu. Walaupun tujuannya baik, yakni kontrol terhadap kekuasaan prerogatif Presiden,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Rudianto menegaskan bahwa jika terdapat kelemahan dalam pelaksanaan mekanisme fit and proper test, maka yang perlu dilakukan adalah perbaikan dan penguatan sistem, bukan dengan menghapus peran konstitusional DPR.

“Jika ada kelemahan, solusinya adalah memperkuat mekanismenya, bukan menghilangkan mandat konstitusional DPR,” pungkas Rudianto. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *